Puri botanical blok i 10 no.60,jl.Raya joglo.Jakarta barat.
Hp.Susanto sn. (087872252754)
Menawarkan paket prodruk sbb:
1.Standar virtual office.
Fasilitas :
a.Alamat kantor (Business address) di Zona campuran sesuai zonasi RDTR DKI
Jakarta.
b.Pencantuman Telphone kantor dan fax kantor pada kepala
surat perusahaan.
c.Servis Manageman korespondensi perusahaan yang dikelola oleh Resepsionis
(client,surat2,forwarding info,dll)
d.fasilitas wifi,fc ringan,scan.
e.Perjanjian kontrak Virtual Office.
Harga kontrak
Rp.500.000/bulan.
2.Premium Virtual office.
Fasilitas :
2.Premium Virtual office.
Fasilitas :
a.Alamat kantor (Business address) di Zona campuran sesuai zonasi RDTR DKI
Jakarta.
b.Pencantuman Telphone kantor dan fax kantor pada kepala
surat perusahaan.
c.Servis Manageman korespondensi perusahaan yang dikelola oleh Resepsionis
(client,surat2,forwarding info,dll)
d.Meeting room 1 x per minggu selama 5 jam by schedule
e.fasilitas wifi,fc ringan,scan.
f.Perjanjian kontrak Virtual Office.
Harga kontrak
Rp.750.000,--/bulan
3.Co working Virtual office.(kantor bersama)
Fasilitas :
a.Alamat kantor (Business address) Zona campuran sesuai RDTR DKI Jakarta.
b.Telephone kantor dan fax kantor by reseption,hunting.
c.Resepsionis (client,surat2,dll)
d.Meeting room 1 x per minggu selama 5 jam by shedule.
e.fasiltas Wifi,fc ringan,scan.
f.Office space 2 x 3 m co working office ber AC.
g.Office boy cleaning office.
h.Perjanjian kontrak.
h.Perjanjian kontrak.
Harga kontrak. Rp.4.000.000/bulan.
4.Harga sewa Meeting room
Rp.100.000/jam by shedule.
Fasilitas lain:Ruang tunggu,Ruang rapat,Ruang kantor,Resepsionis,Office boy (pantry),ber AC .
lapangan parkir luas dan memadai.
Fasilitas lain:Ruang tunggu,Ruang rapat,Ruang kantor,Resepsionis,Office boy (pantry),ber AC .
lapangan parkir luas dan memadai.
Note.
sesuai dengan surat edaran BPTSP DKI Jakarta no.6/se/2016,Virtual Office bisa mendapatkan legal status perusahaan (Domisili,SIUP,TDP,API,NIK,dll) dengan memiliki legal status maka akan meningkatkan performan perusahaan.
sesuai dengan surat edaran BPTSP DKI Jakarta no.6/se/2016,Virtual Office bisa mendapatkan legal status perusahaan (Domisili,SIUP,TDP,API,NIK,dll) dengan memiliki legal status maka akan meningkatkan performan perusahaan.
Visi dan Misi.
Visi :
Turut berpartisipasi dalam pengembangan sumber daya manusia dan meningkatkan income per kapita rakyat indonesia.
Misi:
Menyediakan sarana dan prasarana yang relative terjangkau guna menunjang industri kreative dengan menyediakan Incubator starup company sehingga mereka bisa memiliki legalitas yang pada akhirnya bisa tumbuh berkembang,terutama dalam menghadapi MEA (Masyarakat Ekonomi Asean ) dan perdagangan global.
Ulasan pemahaman Virtual office Regulasi.
Jakarta, BisnisPost.com - Perhimpunan Pengusaha Jasa Kantor Bersama Indonesia dan Inkubator Usaha (PERJAKBI) menyambut baik penerbitan SE No. 6/SE/2016 tersebut. PTSP memberikan solusi yang dibutuhkan UMKM dan startups dalam mengurus badan usaha dan perizinan usaha.
Beberapa point penting dalam surat edaran tersebut adalah:
1. Virtual Office tetap dapat digunakan untuk domisili usaha
dan perizinan lanjutannya dengan beberapa persyaratan yang harus diperhatikan.
2. Jangka waktu dari Surat Keterangan Domisili Perusahaan
(SKDP) berlaku selama 1 tahun dan dapat siperpanjang. Sedangkan masa berlaku
izin usaha lanjutan seperti SIUP dan TDP akan mengikuti masa berlaku dari SKDP.
3. Perusahaan yang menggunakan jasa virtual office harus
menyertakan dokumen resmi penanggung jawab perusahaan (2 direksi).
4. Di dalam SKDP dan surat izin lanjutannya, Perusahaan
pengguna jasa Virtual office harus mencantumkan alamat virtual office dan
kegiatan usahanya.
Ketentuan tersebut sangat baik untuk menunjang transparansi
usaha perusahaan pengguna jasa virtual office.
Lebih jauh PERJAKBI menilai SE ini akan mendorong
peningkatan peringkat kemudahan berbisnis di Indonesia.
"Surat edaran ini patut diapresiasi karena menunjukkan
bahwa pemerintah peduli dengan perkembangan UMKM dan Startups. Kami angkat topi
terhadap PTSP dan Kemendag yang sangat berperan sentral akan hal ini,"
ujar Bimo Prasetio, Wakil Ketua Umum PERJAKBI.
Bimo menambahkan, PERJAKBI akan terus menjalin komunikasi
dengan Kemendag dan PTSP untuk bekerjasama menghindari penyalahgunaan kantor
virtual untuk bisnis.
Oleh karena itu, sebagai mitra pemerintah dalam menyusun
regulasi Virtual Office, service office dan Co-working space (kantor bersama),
PERJAKBI akan menjembatani komunikasi antara pemerintah, pelaku usaha dan
pengguna jasa kantor bersama. Ke depan, seluruh penyelenggara kantor bersama
diminta agar bergabung dengan PERJAKBI, sebagai satu-satunya asosiasi atau
perkumpulan resmi bagi pengusaha kantor bersama di Indonesia.
Buat Anda yang sedang merintis usaha, memiliki kantor jelas
suatu keharusan. Saat ini, ada pilihan lain yang lebih murah daripada menyewa
kantor sungguhan: menyewa virtual office alias kantor maya. Dengan biaya yang
lebih murah, pebisnis bisa memiliki fasilitas laksanan kantor sungguhan. Cuma,
sekarang pelaku usaha yang memiliki domsili di kantor maya sekarang resah.
Sebabnya, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melarang
penggunaan virtual office mulai tahun depan. Nantinya, perusahaan rintisan atau
startup ataupun UKM, dilarang memakai kantor maya dan ruang bersama (co-working
space) sebagai tempat domisili usaha mereka. Tahun depan, pelaku usaha tak bisa
lagi memakai alamat kantor maya. Kesempatan menggunakan virtual office sebagai
alamat atau domisili usaha, dibatasi hanya hingga 31 Desember 2015.
Aturan ini tertuang dalam Surat Edaran Kepala Badan Pelayanan
Terpadu Satu Pintu (BPTSP) Jakarta No. 41/SE/Tahun 2015 tangga 2 November 2015,
tentang Surat Keterangan Domisili Badan Usaha yang Berkantor Virtual. Dalam SE
tersebut, izin lanjutan bagi mereka yang berkantor virtual, hanya berupa Surat
Izin Usaha Perdagangan (SIUP) dan Tanda Daftar Perusahaan (TDP).
Itu pun batas waktunya hanya sampai 31 Desember 2015. Untuk
selanjutnya, BPTSP masih menunggu ketentuan atau kebijakan Menteri Perdagangan
yang mengatur penerbitan SIUP dan TDP pada badan usaha yang berkantor virtual.
Kepala BPTSP DKI Jakarta Edy Junaedi mengungkapkan, surat
ederan ini dibuat untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan kantor maya sebagai
wadah kegiatan usaha dan transaksi bisnis fiktif. Soalnya, tak sedikit kejadian
adanya perusahaan yang ikut dalam tender lelang besar, namun berkantor virtual.
“Karena izin usaha itu yang mengeluarkan kami, nanti kalau terjadi hal-hal yang
tidak diinginkan, pasti kami yang disalahkan,” kata Edy.
Saar hanya berperan sebagai pelanjut kebijakan, sebelum
merilis beleid tersebut, BPTSP DKI sudah meminta petunjuk ke Kementerian
Perdagangan (Kemendag) selaku regulator, untuk mengaskan apakah boleh
memberikan izin kepada pengusaha yang domisilinya kantor virtual. Menjawab
surat dari BPTSP ini, Direktur Bina Usaha Perdagangan Kemendag Fetnayeti
menyatakan, pebisnis yang menggunakan virtual office sebagai domisili usaha,
tidak bisa mendapatkan SIUP dan TDP. “Bagaimana cara kami mengecek
keberadaannya jika lokasi kantornya itu virtual,” ujar Fetna.
Pemikiran Fetna, virtual office adalah kantor yang berada di
dunia maya. Sehingga, hal ini menimbulkan kesulitan dalam berhubungan bisnis
seperti surat menyurat, pengecekan lokasi, dan lain-lain.
Ia menuturkan, dari temuan BPTSP, ada satu alamat kantor
yang luasnya 20 meter persegi (m2), namun mengelola hinga ratusan kantor.
“Alamatnya satu, tapi kantor yang pakai alamat itu bisa 300-an. Apa ini masuk
akal? Ini yang jadi concern kami untuk menolak permohonan izin usaha dengan
domisili kantor virtual,” katanya.
Fetnayeti mengakui, Kemendag belum pernah bertemu dengan
para pelaku bisnis virtual office maupun pelaku usaha yang memiliki domisili di
kantor virtual. Fetna bilang, Kemendag masih melakukan identifikasi terhadap
persoalan ini. Ia juga tidak bisa menjanjikan apakah akan dibuatkan peraturan
baru dan khusus tentang virtual office.
Yang jelas, direktoratnya telah menyampaikan ke seluruh
BPTSP di seluruh Indonesia bahwa SIUP dan TDP bagi pelaku usaha yang
berdomisili kantor virtual tidak bisa diterbitkan. “Saat ini kami pakai
aturan-raturan perdagangan yang sudah ada saja. Kami masih belum bisa
memastikan apakah akan dibuat aturan khususnya atau tidak. Untuk kedepannya
saya masih belum bisa bilang, masih diidentifikasi persoalannya,” ujarnya.
Karena pemerintah pusat tidak mengeluarkan aturan soal badan
usaha yang berkantor virtual, BPTSP DKI Jakarta pun berinisiatif untuk membuat
aturan sebagai pegangan dalam memberikan izin usaha, dengan mendasarkan pada
surat Kemendag. BPTSP DKI menilai, pihaknya harus mengeluarkan aturan ini
karena jumlah virtual office di Jakarta sudah sangat banyak.
Nanti tahun depan, baru BPTSP akan mengeluarkan aturan baru
yang menjadi pegangan dalam memberikan izin. “Sebab, kami sadar bahwa banyak
pelaku usaha yang membutuhkan kepastian akan hal ini. Setiap hari pasti ada
saja yang meminta izin usaha tapi kantornya virtual,” katanya. Menurut Edy,
pihaknya juga mengundang pelaku usaha untuk memberikan masukan karena
pembahasan beleid baru akan dilakukan bersama-sama dengan Perhimpunan Jasa
Kantor Bersama Indonesia (Perjakbi).
Meski dijanjikan dengan bakal adanya aturan soal virtual
office tahun depan, SE terbaru ini tak pelak membuat bingung pelaku usaha.
Ketua Jaringan Pengusaha Muslim Indonesia (JPMI) Bimo Prasetio bilang,
pengusaha UMKM dan startup banyak yang bingung dengan kelanjutan usaha mereka
pasca akhir Desember nanti. Soalnya, hingga saat ini, masih banyak pelaku usaha
kecil yang meminta izin usaha dengan domisili berupa kantor bersama atau
virtual office.
Ada dua alasan utama virtual office menjadi pilihan.
Pertama, karena biayanya yang lebih murah. Kedua, peraturan Pemprov DKI soal
aturan zona tata ruang di DKI Jakarta, domisili lokasi usaha, area perdagangan,
atau lokasi untuk kegiatan komersil dan bisnis tidak boleh berada di zona
perumahan dan pemukiman. Istilah untuk zona khusus untuk usaha ini adalah zona
ungu. Singkatnya, pelaku usaha harus memiliki kantor yang berada di lokasi zona
ungu.
Masalahny,a biaya sewa di zona ungu tak murah. Untuk sewa
ruangan kantor maupun ruko di zona ungu saja, membuat para pengusaha harus
merogoh kocek yang sangat dalam. Dalam catatan Perjakbi, sewa kantor per meter
di zona ungu Jakarta minimal Rp 400.000 per m2 per bulannya. Artinya, jika
ingin sewa 10 m2, maka pengusaha harus merogoh kocek Rp 4 juta per bulan atau
Rp 56 juta per tahun. Ini jauh lebih besar dibandingkan dengan ongkos sewa
virtual office yang kisarannya mulai Rp 6 juta per tahun, tergantung paket
layanan yang dipilih.
Bagi pengusaha, menyewa virtual office sangat menguntungkan
karena seluruh pekerjan dan fungsi administratif seperti surat menyurat,
resepsionis, dan lainnya dikerjakan pihak lain dengan biaya terjangkau.
Apalagi, biasanya pelaku usaha rintisan tak memiliki banyak karyawan. Menurut
Bimo, saat ini sudah ada sekitar 50 penyedia jasa virtual office yang terdaftar
di seluruh wilayah Indonesia.
Dengan larangan memiliki domisili usaha berbasis virtual
office, pebisnis jelas kesulitan. “Padahal kita perlu bersaing menjelang
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).” Ujar dia. “Bagaimana mau bersaing, jika punya
izin usaha saja sulit.”
Ketua Perjakbi Anggawira menilai, ada salah persepsi
Kemendag mengenai definisi kantor virtual. Sebab, kantor virtual bukanlah
kantor yang hanya ada di dunia maya. Kantor virtual justru memiliki fisik, bisa
dilihat dan lokasinya ada. Namun, kantor virtual memang berisi lebih dari satu
perusahaan.
Maka itu, Angga meminta pemerintah untuk mau duduk
bersama-sama membahas tentang virtual office. Perjakbi sendiri sudah duduk
dengan BPTSP DKI Jakarta membahas masalah SE kantor virtual. Menurut Angga,
Kamis (17/12) lalu, pihaknya sudah bertemu dengan BPTSP DKI.
Ada banyak hal yang dibicarakan dalam pertemuan ini. Hal-hal
penting yang dibahas di antaranya adalah penyamaan persepsi mengenai definisi
virtual office. “Kami juga membahas tentang batasan-batasan mengenai virtual
office, seperti skala usaha bagaimana yang boleh memakai kantor virtual dan
yang tidak boleh, juga jenis-jenis usahanya,” kata Angga.
Ia mengaku belum tahu sampai sejauh mana penjelasan yang
diberikannya akan diakomodir oleh BPTSP. Perjakbi juga belum bisa membicarakan
hal tersebut bersama dengan perwakilan Kemendag secara resmi. Angga mengaku
baru menyampaikan keberatannya secara lisan ke Menteri Perdagangan Thomas
Lembong di suatu forum. Menurut dia, Mendag justru mendukung adanya virtual
office karena mendorong industri kreatif, UMKM, dan startup untuk tumbuh.
Secara resmi, Perjakbi telah menyampaikan surat keberatan
yang berisi penjelasan secara hukum terhadap pelarangan virtual office ke
Kemendag. Perjakbi meminta Kemendag mengatur soal virtual office, bukan malah
melarang.
Ia menyarankan pemerintah belajar dari negara lain seperti
Singapura dan Hong Kong. Di kedua negara itu, perkembangan virtual office
sangat pesar karena membantu pelaku usaha kecil. Apalagi di era digital ini,
virtual office merupakan pilihan yang masuk akal.
Kalau kantor virtual dikhawatirkan akan dimanfaatkan wadah
kegiatan usaha dan transaksi bisnis fiktif, Perjakbi mengusulkan akreditasi
terhadap penyelenggara virtual office. Sementara soal keikutsertaan tender
pengadaan barang atau jasa bagi usaha yang domisilinya di virtual office,
Perjakbi menyarankan kebijakan yang bersifat sektoral.
Menurut Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri
Kementerian Perindustrian Haris Munandar, virtual office sebetulnya sudah lama
ada di Indonesia. Biasanya sektor bisnis yang menyewa tempat di virtual office
adalah sektor di bidang jasa. Contohnya, kontraktor atau konsultan. Tapi,
dengan maraknya fungsi administratif berdasar teknologi informasi, pengguna
virtual office sekarang ini tidak terbatas pada sektor jasa saja.
Sumber: KONTAN
http://www.pemeriksaanpajak.com
pajak@pemeriksaanpajak.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar